The content presented here requires JavaScript to be enabled and the latest version of the Macromedia Flash Player. If you are you using a browser with JavaScript disabled please enable it now. Otherwise, please update your version of the free Flash Player by downloading here.

Kamis, 19 Januari 2012

KONSTITUSI


A.  Pengertian konstitusi
            Konstitusi (bahasa Latin: constitutio) dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada pemerintahan Negara, biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis. Dalam kasus bentukan negara, konstitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik dan hukum, istilah ini merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-prinsip dasar hukum termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban pemerintahan negara pada umumnya, Konstitusi umumnya merujuk pada penjaminan hak kepada warga masyarakatnya. Istilah konstitusi dapat diterapkan kepada seluruh hukum yang mendefinisikan fungsi pemerintahan negara. Untuk melihat konstitusi pemerintahan negara tertentu, lihat daftar konstitusi nasional.
Dalam bentukan organisasi konstitusi menjelaskan bentuk, struktur, aktivitas, karakter, dan aturan dasar organisasi tersebut.                                                          Dewasa ini, istilah konstitusi sering di identikkan dengan suatu kodifikasi atas dokumen yang tertulis dan di Inggris memiliki konstitusi tidak dalam bentuk kodifikasi akan tetapi berdasarkan pada yurisprudensi dalam ketatanegaraan negara Inggris dan mana pula juga Konstitusi Istilah konstitusi berasal dari bahasa inggris yaitu “Constitution” dan berasal dari bahasa belanda “constitue” dalam bahasa latin (contitutio,constituere) dalam bahasa prancis yaitu “constiture” dalam bahsa jerman “vertassung” dalam ketatanegaraan RI diartikan sama dengan Undang – undang dasar. Konstitusi / UUD dapat diartikan peraturan dasar dan yang memuat ketentuan – ketentuan pokok dan menjadi satu sumber perundang- undangan. Konstitusi adalah keseluruhan peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara mengikat cara suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakata negara. Konstitusi merupakan jaminan yang paling efektif dalam menjaga agar kekuasaan yang ada dalam Negara tidak salah gunakan dan hak asasi manusia/warga Negara tidak dilanggar,konstitusi sangat penting artinya bagi suatu Negara karena kedudukannya dalam mengatur dan membatasi kekuasan dalam suatu Negara.      Oleh karena itu konstitusi menempati posisi penting dan strategis dalam kehidupan ketatanegaraan suatu negara. Konstitusi juga menjadi tolok ukur kehidupan berbangsa dan bernegara yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu sekaligus memuat ide-ide dasar yang digariskan oleh pendiri negara ( the founding fathers ). Konstitusi memberikan arahan kepada generasi penerus bangsa dalam mengemudikan negara menuju tujuannya.     
 Pengertian konstitusi menurut para ahli
1. K. C. Wheare, konstitusi adalah keseluruhan sistem ketaatanegaraaan suatu   negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur /memerintah dalam pemerintahan suatu negara.               
2. Herman heller, konstitusi mempunyai arti luas daripada UUD. Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.
3. Carl schmitt membagi konstitusi dalam 4 pengertian yaitu:
    a) Konstitusi dalam arti absolut mempunyai 4 sub pengertian yaitu;
 o Konstitusi sebagai kesatuan organisasi yang mencakup hukum dan semua   organisasi yang ada di dalam negara.
 o Konstitusi sebagai bentuk negara
 o Konstitusi sebagai faktor integrasi
 o Konstitusi sebagai sistem tertutup dari norma hukum yang tertinggi di dalam negara
b) Konstitusi dalam artoi relatif dibagi menjadi 2 pengertian yaitu konstitusi sebagai tuntyutan dari golongan borjuis agar haknya dapat dijamin oleh penguasa dan konstitusi sebagai sebuah konstitusi dalam arti formil (konstitrusi dapat berupa terttulis) dan konstitusi dalam arti materiil (konstitusi yang dilihat dari segi isinya).
c) konstitusi dalam arti positif adalah sebagai sebuah keputusan politik yang tertinggi sehingga mampu mengubah tatanan kehidupan kenegaraan
    d) konstitusi dalam arti ideal yaitu konstitusi yang memuat adanya jaminan atas hak asasi serta perlindungannya
B. Sifat, Fungsi ,dan Tujuan Konstitusi
             Sifat pokok konstitusi negara adalah fleksibel (luwes) dan rigit (kaku). Konstitusi negara memiliki sifat fleksibel / luwes apabila konstitusi itu memungkinkan adanya perubahan sewaktu-waktu sesuai perkembangan zaman /dinamika masyarakatnya. Sedangkan konstitusi negara dikatakan rigit / kaku apabila konstitusi itu sulit untuk diubah kapanpun.
       Fungsi pokok konstitusi adalah membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Pemerintah sebagai suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, terkait oleh beberapa pembatasan dalam konstitusi negara sehigga menjamin bahwa kekuasaan yang dipergunakan untuk memerintah itu tidak disalahgunakan. Dengan demikian diharapkan hak-hak warga negara akan terlindungi.
     Adapun Tujuan konstitusi adalah:
  1. Membatasi kekuasaan penguasa agar tidak bertindak sewenang – wenang  maksudnya tanpa membatasi kekuasaan penguasa, konstitusi tidak akan berjalan dengan baik dan bisa saja kekuasaan penguasa akan merajalela Dan bisa merugikan rakyat banyak.
  2. Melindungi HAM maksudnya setiap penguasa berhak menghormati HAM  orang lain dan hak memperoleh perlindungan hukum dalam hal melaksanakan haknya.  
    3. Pedoman penyelengaraan negara maksudnya tanpa adanya pedoman     konstitusi      negara kita tidak akan berdiri dengan kokoh.
C. Nilai Konstitusi
1.Nilai normatif adalah suatu konstitusi yang resmi diterima oleh suatu bangsa dan bagi mereka konstitusi itu tidak hanya berlaku dalam arti hukum (legal), tetapi juga berlaku dalam masyarakat dalam arti berlaku efektif dan dilaksanakan secara murni dan konsekuen.
2.Nilai nominal adalah suatu konstitusi yang menurut hukum berlaku, tetrapi tidak sempurna. Ketidak sempurnaan itu disebabkan pasal – pasal tertentu tidak berlaku / tidsak seluruh pasal – pasal yang terdapat dalam UUD itu berlaku bagi seluruh wilayah negara.
3.Nilai semantik adalah suatu konstitusi yang berlaku hanya untuk kepentingan          penguasa saja. Dalam memobilisasi kekuasaan, penguasa menggunakan konstitusi sebagai alat untuk melaksanakan kekuasaan politik.
D. Macam – Macam Konstitusi
Menurut CF. Strong konstitusi terdiri  Konstitusi tertulis (dokumentary constiutution / writenØdari:  constitution) adalah aturan – aturan pokok dasar negara , bangunan negara dan tata negara, demikian juga aturan dasar lainnya yang mengatur perikehidupan suatu bangsa di dalam persekutuan hukum negara. 
            Konstitusi tertulis negara kita adalah Undang-Undang Dasar.Undang-Undang dasar menurut sifat dan fungsinya adalah suatu naskah yang memaparkan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok,cara kerja badan-badan tersebut.disamping itu juga merupakan sebagai fungsi pengawasan.                             Jadi pada prinsipnya mekanisme dan dasar dari setiap sistem pemerintahan diatur dalam Undang-Undang Dasar bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan menganggapnya sebagai suatu organisasi kekuasaan, maka Undang-Undang Dasar dapat dipandang sebagai lembaga atau sekumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan tersebut dibagi antara Badan Legislatif,Eksekutif dan Yudikatif.                               Sifat Undang-Undang Dasar 1945, singkat namun supel, namun harus ingat kepada dinamika kehidupan masyarakat dan Negara Indonesia, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :                                                            a) Pasalnya hanya 37 buah, hanya mengatur pokok-pokoknya saja, berisi     instruksi kepada penyelenggara negara dan pimpinan pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan negara dan mewujudkan kesejahteraan sosial.         b) Aturan pelaksanaan diserahkan kepada tataran hukum yang lebih rendah yakni Undang-Undang, yang lebih mudah cara membuat, mengubah, dan mencabutnya.                                                                                                         c) Yang penting adalah semangat para penyelenggara negara dan pemerintah dalam praktek pelaksanaan.                                                                                      d) Kenyataan bahwa UUD 1945 bersifat singkat namun supel seperti yang dinyatakan dalam  UUD 1945, secara kontekstual, aktual dan konsisten     dapat   dipergunakan untuk    menjelaskan      ungkapan "Pancasila merupakan ideologi terbuka " serta membuatnya operasional.                            e)Dapat kini ungkapan "Pancasila merupakan ideologi terbuka" dioperasionalkan setelah ideologi Pancasila dirinci dalam tataran nilai. Pasal-pasal yang mengandung nilai-nilai Pancasila (nilai dasar) yakni aturan pokok didalam UUD 1945 yang ada kaitannya dengan pokok-pokok pikiran atau ciri khas yang terdapat pada UUD 1945. Nilai instrumen Pancasila, yaitu aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu (TAP MPR, UU, PP, dan sebagainya).                                                                                                      Konstitusi tidak tertulis / konvensi (nondokumentary constitution) adalah berupa kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara mestipun sifatnya tidak tertulis. Adapun syarat – syarat konvensi adalah:
1)      Diakui dan dipergunakan berulang – ulang dalam praktik penyelenggaraan   negara.
2)       Tidak bertentangan dengan UUD 1945.
3)       Memperhatikan pelaksanaan UUD 1945.
Berikut ini adalah contoh convensi:
Pengambilan keputusan berdasrkan musyawarah mufakat menurut pasal    37 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Dasar  1945, segala keputusan MPR diambil berdasarkan suara terbanyak . Akan tetapi sistem ini dirasa kurang kekeluargaan sebagai kepribadian bangsa, karena itu dalam praktek-praktek penyelenggaraan negara selalu diusahakan untuk mengambil keputusan berdasarka musyawarah untuk mufakat, dan ternyata hampir selalu berhasil. Pungutan suara baru ditempuh, jikalau usaha musyawarah untuk  mufakat sudah tidak dapat  dilaksanakan. Hal yang demikian ini merupakan perwujudan dari cita-cita yang terkandung dalam pokok Pikiran Kerakyatan dan Pemusyawaratan/Perwakilan.                         secara teoritis konstitusi dibedakan menjadi: a) konstitusi politik adalah berisi tentang norma- norma dalam penyelenggaraan negara, hubungan rakyat dengan pemerintah, hubungan antar lembaga negara. b) Konstitusi sosial adalah konstitusi yang mengandung cita – cita sosial bangsa, rumusan filosofis negara, sistem sosial, sistem ekonomi, dan sistem politik yang ingin dikembangkan bangsa itu.
E.Perkembangan UUD 1945
1. UUD 1945 Periode (18 Agustus 1945 – 27 Desember1949)

                   Pada saat proklamasi kemerdekaan tanggal 17 agustus 1945, Negara        Republik Indonesia belum memiliki Konstitusi atau UUD.Namun sehari kemudian,tepatnya tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan  Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertama yang salah satu keputusannya  adalah mengesahkan UUD yang kemudian disebut UUD 1945. 
       Naskah UUD yang disahkan oleh PPKI Disertai dengan penjelasannya    dimuat dalam Berita Republik Indonesia No.7 tahun 1946. UUD 1945 terdiri atas tiga bagian yaitu Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasan.Perlu dikemukakan bahwa Batang Tubuh terdiri atas 16.Bab yang terdiri menjadi 37 pasal, serta 4 pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan.
sistem ketatanegaraan menurut UUD1945 saat itu mencakup  bentuk negara,kedaulatan dan sistem pemerintahan. Mengenai bentuk negara diatur dalam Pasal 1 ayat 
(1) UUD 1945 yang menyatakan “negara Indonesia adalah negara kesatuan   yang berbentuk republik”.
            Maka di Negara Republik Indonesia hanya ada satu kekuasaan    pemerintahan negara, yakni di tangan pemerintah pusat. Di sini tidak ada pemerintah negara bagian sebagaimana yang berlaku di negara yang berbentuk negara serikat (federasi).
       Sebagai negara yang berbentuk republik,maka kepala negara dijabat oleh Presiden. Presiden diangkat melalui suatu pemilihan, bukan berdasar keturunan.
Mengenai Kedaulatan diatur dalam pasal 1 ayat:
(2)Menyatakan “kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan  sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
              MPR adalahsebagai lembaga tertinggi  negara.
Mengenai sistem pemerintahan negara diatur dalam Pasal 4 ayat(1)      yang berbunyi “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar “

2.Periode berlakunya Konstitusi RIS 1949

            Pada tanggal 23 Agustus 1949-2 September 1949 , PBB mengadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di kota Denhaag (Belanda).               KMB tersebut menghasilkan tiga buah persetujuan:                                          1)Didirikannya Negara Indonesia Serikat.                                                     2)Penyerahan Kedaulatan kepada republik Indonesia.                                              3)Didirikan U NI RIS dengan kerajaan Belanda.                                        Perubahan bentuk negara    dari  negara keatuan menjadi negara serikat mengharuskan adanya penggantian UUD. Mulai tanggal 27 Desember 1949 diberlakukan suatu UUD yang diberi namaKonstitusi Republik Indonesia Serikat. Konstitusi tersebut terdiri atas Mukadimah yang berisi 4 alinea, Batang Tubuh yang berisi 6 bab dan197 pasal, serta sebuah lampiran.              Mengenai bentuk negara dinyatakan dalam Pasal 1 ayat(1) Konstitusi RIS yang berbunyi “ Republik Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat adalah negara hukum yang demokratis dan berbentuk federasi”. Dengan berubah menjadi negara serikat (federasi), maka di dalam RIS terdapat beberapa negara bagian. Masing-masing memiliki kekuasaan pemerintahan di wilayah negara bagiannya. Negara-negara bagian itu adalah : negara Republik Indonesia,Indonesia Timur, Pasundan, Jawa timur, Madura,Sumatera Timur, dan Sumatera Selatan. Selain itu terdapat  pula satuan-satuan kenegaraanyang berdiri sendiri, yaitu : Jawa Tengah, Bangka, Belitung, Riau,Kalimantan Barat, Dayak Besar, Daerah Banjar, Kalimantan Tenggara,dan Kalimantan Timur. Selama berlakunya Konstitusi RIS 1949, UUD 1945 tetap berlaku tetapi hanya untuk negara bagian Republik Indonesia. Wilayah negara bagian itu meliputi Jawa dan Sumatera dengan ibu kota di Yogyakarta.

4)      Periode Berlakunya UUDS 1950

          Untuk mengubah negara Serikat menjadi negara kesatuan diperlukan suatu UUD  negara kesatuan.UUD tersebut akan diperoleh dengan cara memasukan isi UUD 1945ditambah bagian-bagian yang baik  dari Konstitusi RIS. Pada tanggal 15 Agustus 1950 ditetapkanlah Undang-Undang Federal No.7 tahun 1950 tentang Undang-Undang Dasar Sementara(UUDS) 1950, yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950. Dengandemikian, sejak tanggal tersebut Konstitusi RIS 1949 diganti denganUUDS 1950,dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  Undang-Undang Dasar Sementara 1950 terdiri atas Mukadimah dan Batang   Tubuh, yang meliputi 6 bab dan146 pasal. 
          Mengenai bentuk negara kesatuan dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1)UUDS 1950 yang berbunyi “Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan”.                                                                                    Sistem pemerintahan yang dianut pada masa berlakunya UUDS 1950 adalah sistem pemerintahan parlementer.
   Menurut UUDS 1950 adalah :
   a) Presiden dan wakil presiden
   b)Menteri-Menteri
c)Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, Dewan Pengawas  Keuangan Sesuai dengan namanya, UUDS 1950 bersifat sementara. 
Sifat kesementaraan ini nampak dalam rumusan  pasal 134 yang menyatakan bahwa ”Konstituante (LembagaPembuat UUD) bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD Republik Indonesiayang akan menggantikan UUDS ini”. Anggota Konstituante dipilihmelalui pemilihan umum bulan Desember 1955 dan diresmikantanggal 10 November 1956 di Bandung.Sekalipun konstituante telah bekerja kurang lebih selama dua setengah tahun, namun lembaga ini masih belum berhasil menyelesaikan sebuah UUD. Faktor penyebab ketidakberhasilan tersebut adalah adanya pertentangan pendapat di antara partai-partai politik di badan konstituante dan juga di DPR serta di badan-badan pemerintahan.Pada tanggal 22 April 1959 Presiden Soekarno menyampaikan amanat yang berisi anjuran untuk kembali ke UUD1945. Pada dasarnya, saran untuk kembali kepada UUD 1945 tersebutdapat diterima oleh para anggota Konstituante tetapi dengan pandangan yang berbeda-beda.Oleh karena tidak memperoleh kata sepakat, maka diadakan pemungutan suara. Sekalipun sudah diadakan tiga kali pemungutansuara, ternyata jumlah suara yang mendukung anjuran Presidentersebut belum memenuhi persyaratan yaitu 2/3 suara dari jumlahanggota yang hadir. Atas dasar hal tersebut, demi untuk menyelamatkan bangsa dan negara.                                                                         Pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang isinya adalah:
 1)Menetapkan pembubaran Konsituante2.Menetapkan berlakunya  kembali  UUD 1945 dan tidak  berlakunya lagi UUDS 19503.Pembentukan MPRS dan DPAS.
Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka UUD 1945 berlaku kembali sebagai landasan konstitusional dalam menyelenggarakan pemerintahan Republik Indonesia.
 .
4.UUD 1945 Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999
Praktik penyelenggaraan negara pada masa berlakunya UUD1945 sejak 5 Juli 59- 19 Oktober 1999 ternyata mengalami berbagai pergeseran bahkan terjadinya beberapa penyimpangan. Oleh karenaitu, pelaksanaan UUD 1945 selama kurun waktu tersebut dapat dipilahmenjadi dua periode yaitu periode Orde Lama (1959-1966), dan periode Orde Baru (1966-1999).Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintahan sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presidendan juga MPRS yang justru bertentangan dengan Pancasila dan UUD1945. Artinya, pelaksanaanUUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang Presiden dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden.Selain itu muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik,keamanan, dan kehidupan ekonomi semakin memburuk.Puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakanG-30-S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan negara.Mengingat keadaan semakin membahayakan, Ir.Soekarno selaku Presiden RI memberikan perintah kepadaLetjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1966(Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanan, ketertiban, dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa OrdeBaru. Semboyan Orde Baru pada masa itu adalah melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murnidan konsekuen.Dilihat dari prinsip demokrasi,  prinsip negara hukum, dan keadilan sosial ternyata masihterdapat banyak hal yang jauh dari harapan. Hampir sama dengan pada masa Orde Lama, sangat dominannyakekuasaan Presiden dan lemahnya kontrol DPR terhadap kebijakan-kebijakan Presiden/pemerintah.Selain itu, kelemahan tersebut terletak padaUUD 1945 itu sendiri, yang sifatnya singkat dan luwes(fleksibel),sehingga memungkinkan munculnya berbagai penyimpangan.Tuntutan untuk merubah atau menyempurnakan UUD 1945 tidak memperoleh tanggapan, bahkan pemerintahan Orde Baru bertekat untuk mempertahankan dan tidak merubah UUD 1945.
5)      UUD 1945 Periode 19 Oktober 1999 – Sekarang
Seiring dengan tuntutan reformasi dan setelah lengsernya Presiden Soeharto sebagai penguasa Orde Baru, maka sejak tahun1999 dilakukan perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Sampai saat ini, UUD 1945 sudah mengalami empat tahap perubahan,yaitu pada tahun 1999, 2000, 
      2001, dan 2002.               
   Perkembangan sistem ketatanegaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia setelah diadakan perubahan tahun 1999 telah berjalan hampir 8 tahun. Perubahan UUD bertujuan untuk menata kembali kehidupan bernegara yang selama 32 tahun dianggap tidak berjalan dengan baik walaupun selama 32 tahun tersebut dikenal jargon bahwa pemerintahan “menjalankan UUD 1945 secara murni dan konsekwen”.                Perubahan UUD 1945 ditahun 2002, akhirnya menghasilkan 5 Naskah UUD 1945, yaitu : UUD 1945, Perubahan I UUD 1945, Perubahan II UUD 1945, Perubahan III UUD 1945 dan Perubahan IV UUD 1945.                  Pada proses pembahasan perubahan UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR RI, maka Panitia Ad Hoc I menyusun berbagai kesepakatan dasar berkaitan dengan perubahan UUD 1945. Kesepakatan dasar itu terdiri dari lima butir, yaitu:                  
1)     Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
2)    Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3)    Mempertegas sistem pemerintah presidensiil
4)   Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam Penjelasan UUD 1945 harus dimasukkan kedalam pasal-pasal yang ada dalam batang tubuh UUD 1945.
5)    Perubahan dilakukan dengan cara ”adendum”.
Kelemahan Amandemen UUD 1945
1) Perubahan UUD 1945
Tujuan Perubahan UUD 1945
(1)   Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat lebih mantap dalam mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan tidak bertentangan dengan Pembukaan UUD 1945 itu yang berdasarkan Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)   Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi.
(3)   Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak asasi manusia agar sesuai dengan perkembangan paham hak asasi manusia dan peradaban umat manusia yang sekaligus merupakan syarat bagi suatu negara hukum yang dicita-citakan oleh UUD 1945.
(4)   Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, sistem checks and balances yang lebih ketat dan transparan, pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman.
(5)   Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban negara mewujudkan kesejahteraan sosial, mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan etika, moral dan solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara kesejahteraan.
(6)   Melengkapi aturan dasar dalam penyelenggaraan negara dan perjuangan negara untuk mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum
(7)   Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan, dan kepentingan bangsa dan negara Indonesia dewasi ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan datang.[6]
Perubahan UUD 1945 telah banyak memberikan dinamika ketatanegaraan Republik ini. Masyarakat Indonesia setidak-tidaknya bisa bersuara dari berbagai lembaga negara dan sistem bernegara yang diperkenalkan oleh Perubahan tersebut, diantaranya: Penegasan fungsi badan legislatif, eksekutif dan yudikatif, serta diperkenalkan sistem checks and balances yang lebih baik daripada UUD 1945 awal. Pada Perubahan UUD ini juga diperkenalkan lembaga-lembaga negara baru dan mekanisme baru, yaitu: Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, Dewan Perwakilan Daerah dan yang paling penting adalah Pemilihan Umum langsung.                                                      Lembaga-lembaga yang baru dalam UUD 1945 telah memperlihatkan struktur pemisahan kekuasaan yang lebih baik daripada UUD 1945 sebelum perubahan. Pemisahan kekuasaan diperlihatkan dari 7 organ utama pelaksana kedaulatan rakyat:                                                                                          
(1) Presiden sebagai pelaksana eksekutif                                                            (2)DPR sebagai pelaksana kekuasaan legislatif                                        (3)MPR sebagai pelaksanan kekuasaan legislatif                                         (4)DPD sebagai pelaksana kekuasaan legislatif                                                    (5)Mahkamah Agung sebagai pelaksana kekuasaan yudikatif                (6)Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksana kekuasaan yudikatif                     (7)BPK sebagai pelaksana kekuasaan legislatif (salah satu fungsi legislatif  adalah mengawasi kekuasaan eksekutif).                    
            Mekanisme pemilihan umum yang baru yang diperkenalkan dalam UUD 1945 adalah:
(1)Pemilihan Umum secara langsung untuk Pemilihan Presiden.                  
       (2)Pemilihan Umum untuk memilih wakil rakyat baik DPR, DPRD  Provinsi  dan DPRD Kabupaten/Kota dengan memilih tanda gambar partai politik dan nama wakil rakyat.
       (3) Mekanisme pemilihan secara langsung anggota DPD.                              Dilihat dari substansi UUD 1945 maka UUD 1945 telah memenuhi kriteria sebagai sebagi sebuah konstitusi, seperti yang diungkapkan oleh menurut Wheare. KC Wheare memperkenalkan definisi konstitusi sebagai:The whole system of government of a country, the collection of rules which establish and regulate or govern the government (1996, 1) Walaupun dalam perkembangan pengertian konstitusi kita dapat mengambil pula definisi dari Paine. Definisi ini merupakan definisi yang lebih tua dari definisi Wheare. akan tetapi lebih lengkap:
“ A constitution is not the act of government, but of people constituting a government, and a government without constitution is power without right…. A constitution is a thing antecedent to a government; and a government is only the creature of a constituition (1792, Pt II, p.93)                                            Pada perjalanan UUD 1945 setelah diadakan perubahan maka terlihat berbagai kekurangan-kekurangan yang ada dalam materi UUD 1945. Sidang Tahunan MPR tahun 2002 telah berakhir, sidang yang memakan biaya lebih dari 20 milyar ini akhirnya menuntaskan tahapan akhir dari seluruh rangkaian proses Amandemen UUD 1945. Tahapan itu menuntaskan beberapa materi penting antara lain tentang struktur dan komposisi MPR, Pemilihan Presiden langsung, peranan negara dan agama pada Pasal 29, otoritas moneter, Pasal 31 tentang pendidikan dan kebudayaan. Dan aturan peralihan yang salah satunya akan mengatur soal pemberlakuan hasil amandemen itu sendiri.                              Rangkaian proses amandemen oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) telah empat kali menyelesaikan Amandemen UUD 1945 sejak tahun 1999. Proses amandemen itu jumlah pasal memang tetap 37 tetapi 10 pasal memiliki cabang ( 6A, 7A, 7B, 7C, 18 A, 18 B, 20 A, 22 A, 22B, 22 C, 22 D, 22E, 23 A, 23 B, 23 C, 23 D, 24 A, 24 B, 24 C, 25 A, 28 A, 28 B, 28 C, 28 D, 28 F, 28 G, 28 H, 28 I, 28 J, 36 S, 36 B, 36 C) sebagaimana juga babnya tetap terdiri 16 Bab tetapi juga mempunyai cabang (VII A, VII B, VIII A, IX A, X A) dan penambahan sejumlah ayat baru. UUD 1945 sebelumnya terdiri 37 Pasal, 16 Bab, 65 Ayat, 4 Aturan Peralihan, dan 2 Aturan Tambahan. Maka bandingkan dengan amandemen UUD 1945 satu hingga empat yang terdiri dari 37 Pasal (72 Pasal jika berikut cabang), 16 Bab (21 Bab jika berikut cabang), 191 Ayat, 3 Aturan Peralihan, dan 2 Aturan tambahan. Maka total amandemen 1- 4 UUD 1945 menghasilkan 196 Ayat, yang terdiri 166 butir perubahan dan 30 butir tidak berubah. Dalam perubahan ini Ramlan Surbakti mengatakan perubahan yang dilakukan terhadap UUD 1945 dalam prakteknya bukan amandemen biasa, karena mencakup pasal yang begitu banyak tetapi juga bukan pembuatan UUD baru karena baik pembukaan maupun banyak pasal yang tetap. (Disampaikan pada Seminar Nasional FH.Usakti 15 Agustus 2002).    
Amandemen pertama yang dimulai pada Sidang Umum MPR tahun 1999 telah melakukan perubahan terhadap 9 Pasal yang meliputi Pasal 5 Ayat (1), Pasal 7, Pasal 9, Pasal 13 Ayat (2), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 Ayat (2 dan 3), Pasal 20, dan Pasal 21. sedangkan Amandemen kedua telah melakukan perubah sebanyak 7 Bab dan 25 Pasal yang yang meliputi Pasal 18, Pasal 18 A, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20 Ayat (5), Pasal 20 A, Pasal 22 A, Pasal 22 B, BAB IX A, Pasal 25 E, BaB X, Pasal 26 Ayat (2 dan 3), Pasal 27 Ayat (3), BAB XA, Pasal 28 A, Pasal 28 B, Pasal 28 C, Pasal 28 D, Pasal 28 E, Pasal 28 F, Pasal 28 G, Pasal 28 H, Pasal 28 I, Pasal 28 J, BAB XII, Pasal 30, BAB XV, Pasal 36 A, Pasal 36 B, dan Pasal 36 C. Kemudian dilanjutkan dengan Amandemen ketiga yang meliputi Pasal 1 Ayat (1,2,3, dan 5), Pasal 7 A, Pasal 7 B Ayat (1, 2, 3, 4, 5, 6, dan 7), Pasal 7 C, Pasal 8 Ayat (1, 2), Pasal 11 Ayat (2, 3), Pasal 17 Ayat (4), BAB VII A, Pasal 22 C Ayat (1, 2, 3, dan 4), Pasal 22 D Ayat (1, 2, 3, dan 4), BAB VII B, Pasal 22 E Ayat (1, 2, 3, 4, 5, dan 6), Pasal 23 Ayat (1, 2, dan 3), Pasal 23 A, Pasal 23 C, BAB VIII A, Pasal 23 E Ayat (1, 2, dan 3), Pasal 23 F Ayat (1 dan 2), Pasal 23 G Ayat (1 dan 2), Pasal 24 Ayat (1 dan 2), Pasal 24 A Ayat (1, 2, 3, 4, dan 5), Pasal 24 B Ayat (1, 2, 3, dan 4), dan Pasal 24 C Ayat (1, 2, 3, 4, 5, dan 6).                                                                       Sedang proses Amandemen ke–4 ini mengubah dan menetapkan antara lain, perubahan penomoran Pasal 3 Ayat (3) dan Ayat (4) perubahan ketiga UUD 1945 menjadi Pasal 3 Ayat (2) dan Ayat (3). Pasal 25 E perubahan kedua UUD 1945 menjadi Pasal 25 A. Kemudian menghapus judul BAB IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan mengubah substansi Pasal 16 serta menempatkannya ke dalam BAB III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara. Dan selanjutnya merubah dan/ atau menambah Pasal 2 Ayat (1), Pasal 6 A Ayat (4), Pasal 8 Ayat (3), Pasal 11 Ayat (1), Pasal 16, Pasal 23 B, Pasal 23 D, Pasal 24 Ayat (3), Pasal 29 Ayat (1) dan (2), BAB XIII, Pasal 31 Ayat (1, 2, 3, 4, dan 5), Pasal 32 Ayat (1 dan 2), BAB XIV, Pasal 33 Ayat (4 dan 5), Pasal 34 Ayat (1, 2, 3, dan 4), Pasal 37 Ayat (1, 2, 3, 4, dan 5), Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III, Aturan Tambahan Pasal Idan II Undang-Undang Dasar 1945.               Perkembangan selanjutnya adalah kegiatan-kegiatan dan aktivitas-aktivitas lembaga negara menjadi dinamis dan dilingkupi oleh suasana konstitusi yang sangat kental. Akselerasi Perkembangan ketatanegaraan semakin meningkat dengan adanya berbagai permohonan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi yang berakibat semakin dekatnya masyarakat terutama kaum elit negara ini terhadap pentingnya pengaturan norma-norma dasar dalam konstitusi. Hal ini, sejalan dengan cita-cita dan keinginan pembuat UUD agar UUD 1945 dianggap sebagai aturan tertinggi diantara peraturan-peraturan yang lain (Presupposing the basic norm, the constitution is the highest level within national law).                                                                                                 Untuk menguraikan berbagai kelemahan yang terjadi dalam proses dan materi perubahan UUD 1945 maka harus dilihat dari dua sudut pandang yaitu dari segi proses dan substansi. Kelemahan baik dari segi proses dan substansi merupakan sebuah evaluasi dalam persiapan pembuatan ataupun perubahan UUD, sehingga dapat diambil suatu masukan dalam membentuk Perubahan kelima yang akan datang
Kelemahan Amandemen dari segi proses:
1)Tidak membuat kerangka dasar perubahan dan content draft                    MPR dalam membahas dan memutuskan perubahan UUD 1945 tidak membuat dan memiliki content draft konstitusi secara utuh sebagai langkah awal yang menjadi dasar perubahan (preliminary) yang dapat ditawarkan kepada publik untuk dibahas dan diperdebatkan. Content draft yang didasari paradigma yang jelas yang menjadi kerangka (overview) tentang eksposisi ide-ide kenegaraan yang luas dan mendalam mengenai hubungan negara dengan warga negara, negara dan agama, negara dengan negara hukum, negara dalam pluralitasnya, serta negara dengan sejarahnya . Juga eksposisi yang mendalam tentang esensi demokrasi, apa syaratnya dan prinsip-prinsipnya serta check and balancesnya bagaimana dilakukan secara mendalam. Nilai/ values merupakan kerangka dasar yang harus dinyatakan dalam setiap kosntitusi sebuah negara, sehingga negara yang berdiri atas nilai-nilai ideal yang diperjuangkan akan terlihat Sebuah pernyataan dari Brian Thompson akan sangat baik jika harus melihat sebuah nilai dalam kerangka dasar konstitusi ”A constitution can express the values which its framers have for their country. These values may be seen in the type of governmental institutions which are created, and in the declaration of rights of the citizens. Values will be found particularly in preamble”.
2)Amandemen yang parsial dan tambal sulam                                               MPR lebih menekankan perubahan itu dilakukan secara adendum, dengan memakai kerangka yang sudah ada dalam UUD 1945. Cara semacam ini membuat perubahan itu menjadi parsial, sepotong-sepotong dan tambal sulam saja sifatnya. MPR tidak berani keluar dari kerangka dan sistem nilai UUD 1945 yang relevansinya sudah tidak layak lagi dipertahankan. Proses Amandemen secara parsial seperti diatas tidak dapat memberikan kejelasan terhadap konstruksi nilai dan bangunan kenegaraan yang hendak dibentuk. Sehingga terlihat adanya paradoks dan inkonsistensi terhadap hasil-hasilnya yang telah diputuskan. Hal ini bisa dilihat dari pasal-pasal yang secara redaksional maupun sistematikanya yang tidak konsisten satu sama lain. Seperti misalnya, penetapan prinsip sistem Presidensial namun dalam elaborasi pasal-pasalnya menunjukkan sistem Parlementer yang memperkuat posisi dan kewenangan MPR/DPR.
3)Adanya bias kepentingan politik                                                                  MPR yang dikarenakan keanggotaannya terdiri dari fraksi-fraksi politik menyebabkan dalam setiap pembahasan dan keputusan amat kental diwarnai oleh kepentingan politik masing-masing. Fraksi-fraksi politik yang ada lebih mengedepankan kepentingan dan selera politiknya dibandingkan kepentingan bangsa yang lebih luas. Hal ini dapat dilihat dari pengambilan keputusan final mengenai Amandemen UUD 1945 dilakukan oleh sekelompok kecil elit fraksi dalam rapat Tim Lobby dan Tim Perumus tanpa adanya risalah rapat.
4)Partisipasi Semu                                                                                          Sekalipun dalam mempersiapkan materi perubahan yang akan diputuskan MPR melalui Badan Pekerjanya, melibatkan partisipasi publik baik kalangan Profesi, ornop, Perguruan Tinggi, termasuk para pakar/ahli. Namun partisipasi tersebut menjadi semu sifatnya dan hanya melegitimasi kerja MPR saja. Dalam kerja BP MPR ini rakyat tidak mempunyai hak untuk mempertanyakan dan turut menentukan apa yang diinginkan untuk diatur dalam konstitusinya, MPR jugalah menentukan materi apa yang boleh dan tidak boleh.                                                                                                    MPR hanya membatasi pada materi-materi yang belum diputuskan dan dalam penyerapannya yang tidak mencakup seluruh wilayah. Pembatasan itu jelas akan memperpanjang inkonsistensi nilai dan sistematika yang ada. Jelas hal ini merupakan bagian dari pemenjaraan secara politis untuk menyelamatkan kepentingan-kepentingan fraksi yang ada di MPR. Sedangkan dalam penyerapan dan sosialisasi (uji sahih), BP MPR tidak memberikan ruang dan waktu yang cukup bagi publik untuk dapat berpartisipasi dalam memahami dan mengusulkan apa yang menjadi kepentingannya. Termasuk dalam proses amandemen yang keempat, MPR tidak melakukannya secara intensif dan luas kepada seluruh lapisan masyarakat diseluruh wilayah Indonesia.                   Alasan keterbatasan dana yang dikemukakan oleh MPR RI sebagai alasan untuk membatasi uji sahih, kami anggap sebagai upaya untuk menghindari tanggung jawab. Apalagi tampak bahwa pihak MPR tidak pernah mengeluh kekurangan dana apabila akan melakukan sosialisasi atau studi banding ke keluar negeri yang telah memakan biaya besar pada tahun-tahun sebelumnya.                                                                                                     Substansi yang disosialisasikan pada proses uji sahih ini juga dibatasi pada materi yang belum diputuskan dan beberapa materi yang tidak dapat dirubah. Publik tidak akan dapat memberikan penilaian terhadap substansi Amandemen pertama sampai keempat yang telah dilakukan oleh MPR selama ini. Menurut hemat kami ini merupakan indikasi pengingkaran MPR terhadap prinsip kedaulatan rakyat. MPR telah bertindak diatas konstitusi yang semestinya adalah milik semua rakyat untuk dapat mengusulkan dan menentukan.
5)Tidak intensif dan maksimal                                                                        Dalam proses itu ada keterbatasan waktuyang dimiliki oleh anggota MPR , terutama anggota Badan Pekerja yang diserahi tugas mempersiapkan materi Amandemen UUD 1945 karena merangkap jabatan sebagai anggota DPR RI dengan beban pekerjaan yang cukup banyak. Terlebih lagi, sebagai parpol di DPR, anggota–anggota ini diharuskan untuk ikut berbagai rapat/pertemuan yang diadakan oleh DPR atau partainya sehingga makin mengurangi waktu dan tenaga yang tersedia untuk dapat mengolah materi Amandemen UUD 1945 sekaligus melakukan konsultasi publik secara lebih efektif. Akibatnya kualitas materi yang dihasilkan tidak memuaskan. Padahal, konstitusi adalah suatu Kontrak Sosialanatra rakyat dan negara sehingga proses perubahannya seharusnya melibatkan sebanyak mungkin partisipasi publik.
Kelemahan dari segi substansi                                                                      Perubahan yang tercermin dalam Perubahan UUD 1945 berlangsung cepat dan dalam skala yang sangat luas dan mendasar. Perubahan UUD 1945 dari naskahnya yang asli sebagai warisan zaman proklamasi tahun 1945 yang hanya berisi 71 butir kaedah dasar, sekarang dalam waktu empat kali perubahan, telah berisi 199 butir kaedah hukum dasar. Perubahan-perubahan substantif itu menyangkut konsepsi yang sangat mendasar dan sangat luas jangkauannya, serta dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu secara bertahap selama empat kali dan empat tahun.                                             Dalam waktu yang sangat singkat, Perubahan UUD 1945 dilakukan sehingga sampai saat ini ada berbagai kelemahan yang menghinggapi UUD 1945. Kelemahan-kelemahan tersebut diantaranya adalah:
1)Tidak adanya paradigma yang jelas.                                                           Model rancangan perubahan UUD 1945 yang ada sekarang, dimana semua alternatif perubahan dimasukkan dalam satu rancangan, membuka peluang lebar bagi tidak adanya paradigma, kurang detailnya konstruksi nilai dan bangunan ketatanegaraan yang hendak dibentuk dan dianut dengan perubahan tersebut. Persoalan nilai yang hendak dibangun secara prinsip telah ada dalam Pembukaan UUD 1945, hal itu juga merupakan sebab untuk tidak dirubahnya Pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai yang secara prinsip tersebut tidak diatur dengan jelas pada batang tubuh UUD 1945. Persoalan seperti nilai/value pembangunan ekonomi yang hendak dibangun pada UUD 1945 setelah perubahan. Apakah yang dimaksud dengan azas kekeluargaan tidak pernah jelas dikemukakan oleh negara. Bagaimanakah cara dan proses menjalankan azas kekeluargaan dalam sistem perekonomian juga menjadi pekerjaan rumah yang tak pernah diselesaikan oleh negara.
2)Inkonsistensi rumusan.                                                                                 MPR dalam melakukan amandemen UUD 1945, banyak menghasilkan rumusan-rumusan yang paradoks dan inkonsistensi. Keberadaan MPR dalam posisinya sebagai lembaga tertinggi negara membuat rancu sistem pemerintahan yang demokratis, karena perannya juga seperti lembaga legislatif. MPR yang dimaknai sebagai representasi kekuasaan tertinggi rakyat dan dapat melakukan kontrol terhadap kekuasaan lainnya menjadi superbody yang tidak dapat dikontrol.
3)Tidak Sistematis                                                                                           MPR dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sebagaimana yang telah dibahas pada prosesnya, tidak mau atau tidak berani keluar dari kerangka dengan mendekonstruksikan prinsip dan nilai UUD 1945 yang relevansinya saat ini sudah layak dipertanyakan. MPR tidak mendasarinya dengan ide-ide konstitusionalisme, yang esensinya merupakan spirit/jiwa bagi adanya pengakuan Hak Azasi Manusia dan lembaga-lembaga negara yang dibentuk untuk melindungi HAM dibatasi oleh hukum

Tidak ada komentar:

Posting Komentar